Di Venesia, pihak berwenang mengenakan biaya masuk sebesar 5 euro untuk membatasi jumlah pengunjung. Namun, tindakan tersebut menjadi bumerang, memicu protes lebih lanjut dari penduduk setempat yang mengklaim kota tersebut telah diubah menjadi taman hiburan.
Beberapa pihak bertaruh lebih besar: Walikota Barcelona mengumumkan pada bulan Juni bahwa kota tersebut akan berhenti menawarkan penyewaan apartemen jangka pendek kepada wisatawan pada tahun 2028 untuk menghindari dampak terburuk dari kekurangan perumahan yang semakin meningkat di Eropa. Dalam dekade terakhir, Kepulauan Canary serta kota Berlin dan Lisbon telah menyetujui tindakan serupa.
Menurut Carvão, strategi pariwisata yang sukses perlu fokus pada keseimbangan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan mempertimbangkan tingkat permintaan serta daya dukung destinasi (dalam hal skala kota, infrastruktur atau sumber daya).
Kawang mencontohkan Amsterdam sebagai contoh kota yang mengalami kemajuan baik dalam pengendalian pariwisata.
Kota yang dikenal sebagai ibu kota partai di Eropa ini telah melarang penggunaan ganja di distrik lampu merahnya dan meluncurkan kampanye menjauhi rokok yang menyasar pria-pria muda Inggris yang gaduh dan hanya menghadiri pesta. Baru-baru ini juga diumumkan larangan pembangunan hotel baru.
Beberapa destinasi memilih pendekatan yang lebih terbuka dibandingkan destinasi lain yang membatasi pengunjung: Kopenhagen menawarkan insentif untuk mendorong perilaku wisatawan ramah iklim. Mereka yang bersepeda, naik angkutan umum, atau mengumpulkan sampah di kota dapat menerima apa saja, mulai dari secangkir kopi gratis hingga tiket masuk gratis ke museum.
“Strateginya perlu terdiri dari tiga aspek. Anda memerlukan data mengenai tindakan, Anda memerlukan pemerintahan yang secara aktif mendengarkan warga, dan yang ketiga adalah kombinasi kebijakan yang berbeda,” kata Kawang.